Krisis memang sering menimbulkan kecemasan, rasa tidak pasti, dan bisa berbuntut pada kebrutalan. Beberapa pihak bahkan mencoba tampil sebagai pahlawan. Bila ia menang, ia akan menjadi pahlawan. Bila tidak, ia malah akan terperosok ke dalam persoalan.
Steven Fink, konsultan krisis terkemuka dari Amerika mengembangkan konsep anatomi krisis. Fink mengidentikkan krisis PR dengan penyakit yang menyerang manusia. Oleh karenanya Fink membagi tahapan yang dilalui suatu krisis dengan menggunakan terminologi kedokteran yang biasa dipakai untuk melihat stadium suatu krisis yang menyerang manusia. Tahap-tahap itu menurut Fink adalah sebagai berikut (Kasali, 1994:225-230):
1. Tahap Prodromal
2. Tahap Akut
3. Tahap Kronik
4. Tahap Resolusi (penyembuhan)
1. Tahap Prodromal
2. Tahap Akut
3. Tahap Kronik
4. Tahap Resolusi (penyembuhan)
Masing-masing tahap itu saling berhubungan dan membentuk siklus. Lamanya masing-masing tahap itu sangat tergantung pada sejumlah variabel, sama seperti ketika seorang dokter menangani pasiennya. Misalnya, jenis virus (jenis bahaya), usia pasien (usia perusahaan), kondisi kesehatan pasien (kondisi perusahaan), potensi untuk menerima pengobatan, dan keterampilan doktemya (keterampilan para manajer). Kadang-kadang keempat fase itu berlangsung begitu singkat seperti seorang yang terjangkit flu ringan sembuh setelah cukup beristirahat selama 24 jam. Namun ada kalanya orang membutuhkan waktu satu bulan untuk menyembuhkan sakit pileknya. Orang yang lain mungkin langsung meninggal dunia ketika flu berat menyerangnya saat kondisi fisiknya sangat lemah. Semua gambaran ini analog dengan krisis yang menimpa perusahaan.
Sebagai aktor yang berperan penting dalam upaya mengatasi krisis yang timbul dalam suatu perusahaan atau organisasi, seorang praktisi PR berupaya mempercepat masa turning point dari tahap prodromal ke tahap resolusi.
Untuk mengubah siklus, dibutuhkan diagnosis yang mendalam dan tindakan yang cermat. Karena kurangnya pengalaman berhadapan langsung dengan publiknya dan terlalu sering mendapat perlindungan dari pemerintah, dewasa ini sering kita saksikan perusahaan besar nasional mengalami kesulitan ketika harus berhadapan langsung dengan krisis.
Para eksekutif tampaknya sangat kurang berpengalaman dalam menangani krisis sehingga sedikit sekali di antaranya yang dapat mengubah siklus. Biasanya, semakin sering krisis sejenis menyerang perusahaan, semakin mampu perusahaan menghadapinya. Perusahaan akan lebih mampu menghadapi krisis karena krisis melahirkan sistem penangkalan (daya tahan).
1. Tahap Prodromal
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa bergerak dengan lincah. Padahal, pada tahap ini—bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak), krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi.
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa bergerak dengan lincah. Padahal, pada tahap ini—bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak), krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi.
Mengacu pada definisi krisis, tahap ini juga merupakan bagian dari turning point. Bila manajer gagal mengartikan atau menangkap sinyal ini, krisis akan bergeser ke tahap yang lebih serius: tahap akut.
Sering pula eksekutif menyebut tahap prodromal sebagai tahap sebelum krisis (precrisis). Tetapi sebutan ini hanya dapat dipakai untuk melihat krisis secara keseluruhan dan disebut demikian setelah krisis memasuki tahap akut sebagai retrospeksi.
Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari 3 bentuk ini:
A. Jelas sekali
Gejala-gejala awal kelihatan jelas sekali. Misalnya, ketika muncul selebaran gelap di masyarakat, ketika terjadi kebocoran pipa gas di pabrik, ketika karyawan datang pada manajemen meminta kenaikan upah, ketika para manajer berbeda pendapat secara tegas, dan lain sebagainya
Gejala-gejala awal kelihatan jelas sekali. Misalnya, ketika muncul selebaran gelap di masyarakat, ketika terjadi kebocoran pipa gas di pabrik, ketika karyawan datang pada manajemen meminta kenaikan upah, ketika para manajer berbeda pendapat secara tegas, dan lain sebagainya
B. Samar-samar
Gejala yang muncul tampak samar-samar karena sulit menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Misalnya, peraturan pemerintah (deregulasi), munculnya pesaing baru, tindakan (ucapan) pemimpin opini, dan sebagainya. Deregulasi perbankan beberapa tahun belakangan ini, misalnya, dengan cepat merangsang respon-respon baru dari publik. Muncul bank-bank baru, cabang-cabang bank baru, meningkatnya intensitas persaingan, perputaran uang yang semakin cepat, konsumsi meningkat, inflasi meningkat, lalu terjadi perebutan pembelian lahan di kota-kota besar, lalu muncul kebijakan uang ketat, bunga semakin mahal, uang sulit lagi, dan bank-bank menghadapi krisis. Semuanya terjadi secara samar-samar. Ini artinya perusahaan atau organisasi memerlukan bantuan para analis untuk menganalisis hal-hal yang samar-samar itu sebelum tergulung oleh ombak krisis.
Gejala yang muncul tampak samar-samar karena sulit menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Misalnya, peraturan pemerintah (deregulasi), munculnya pesaing baru, tindakan (ucapan) pemimpin opini, dan sebagainya. Deregulasi perbankan beberapa tahun belakangan ini, misalnya, dengan cepat merangsang respon-respon baru dari publik. Muncul bank-bank baru, cabang-cabang bank baru, meningkatnya intensitas persaingan, perputaran uang yang semakin cepat, konsumsi meningkat, inflasi meningkat, lalu terjadi perebutan pembelian lahan di kota-kota besar, lalu muncul kebijakan uang ketat, bunga semakin mahal, uang sulit lagi, dan bank-bank menghadapi krisis. Semuanya terjadi secara samar-samar. Ini artinya perusahaan atau organisasi memerlukan bantuan para analis untuk menganalisis hal-hal yang samar-samar itu sebelum tergulung oleh ombak krisis.
C. Sama sekali tidak kelihatan
Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini karena kelihatannya segalanya oke-oke saja. Laba perusahaan meningkat dengan baik. Perusahaan beranggapan “sulit untuk memuaskan semua pihak”. Maka, kalau ada kerugian pada salah satu produk atau keburukan pada salah satu lini, itu adalah sangat wajar. Yang perusahaan tidak pikirkan adalah, seberapa jauh kerugian itu dapat menjadi kanibal, seperti Bank Summa yang menelan hampir seluruh saham milik keluarga Suryadjaya pada PT Astra Internasional.
Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini karena kelihatannya segalanya oke-oke saja. Laba perusahaan meningkat dengan baik. Perusahaan beranggapan “sulit untuk memuaskan semua pihak”. Maka, kalau ada kerugian pada salah satu produk atau keburukan pada salah satu lini, itu adalah sangat wajar. Yang perusahaan tidak pikirkan adalah, seberapa jauh kerugian itu dapat menjadi kanibal, seperti Bank Summa yang menelan hampir seluruh saham milik keluarga Suryadjaya pada PT Astra Internasional.
Untuk itu perusahaan perlu melakukan general check-up secara rutin, misalnya 3 atau 6 bulan sekali, dengan memanggil konsultan. Metode yang biasanya dipakai adalah Management Audit yang menyangkut segala aspek di dalam perusahaan.
Para ahli krisis umumnya sependapat bahwa sekalipun krisis pada tahap ini sangat ringan, pemecahan dini secara tuntas sangat penting. Alasannya adalah karena masih mudah untuk ditangani sebelum ia memasuki tahap akut, sebelum ia meledak, dan sebelum menimbulkan komplikasi.
Inilah tahap ketika orang mengatakan: “telah terjadi krisis”. Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.
Sebagai contoh, Pers menyebut krisis Dili muncul sejak tanggal 12 November 1991 (Lihat laporan utama majalah Tempo, 7 Desember 1991), ketika demonstrasi yang dilakukan anak-anak muda Timor Timur di pemakaman Santa Cruz menimbulkan korban jiwa. Segera setelah itu muncul reaksi-reaksi internasional yang mengecam kejadian itu, bahkan beberapa negara sahabat, yang memberi pinjaman, mengancam akan melakukan penghentian bantuan. Setelah itu Indonesia memutuskan kerja samanya dengan IGGI yang telah banyak membantu pembangunan Indonesia dalam bentuk pinjaman sejak Februari 1967. Di Indonesia juga muncul reaksi yang dapat menimbulkan gangguan. Tapi pemerintah Indonesia cepat tanggap. Berdasarkan laporan Komisi Penyelidik Nasional, Presiden membebaskan sejumlah perwira yang dianggap bertanggung jawab. Padahal mereka dikenal sebagai “Jenderal berhati emas” yang harus menerima kenyataan pahit karena ulah orang lain.
Benarkah krisis itu mulai muncul pada 12 November 1991? Menurut beberapa pengamat, gejala prodromal dari krisis ini sudah mulai kelihatan beberapa bulan sebelumnya, bahkan setahun sebelumnya, ketika pemerintah mengatakan bahwa Timor Timur adalah propinsi terbuka. Ini artinya orang-orang asing akan bebas keluar masuk Dili. Beberapa hari sebelum kejadian bahkan sudah diperoleh informasi yang mengatakan bahwa anak-anak muda akan melakukan demonstrasi. Krisis yang meletus pada 12 November 1991 itu adalah krisis yang sudah mulai meletus, dan sudah memasuki tahap akut.
Sama halnya dengan krisis yang ditimbulkan oleh pusat reaktor nuklir Three Mile Island di Pennsylvania, Amerika. Pers menyebut krisis mulai muncul tanggal 28 Maret 1979 ketika reaktor tersebut mengalami kebocoran yang menimbulkan efek radiasi. Tetapi ditinjau dari analisis krisis, hal itu sama sekali tidak tepat. Krisis sudah muncul 13 bulan sebelumnya ketika para karyawan menemukan kebocoran kecil yang dapat diatasi sejenak. Tanggal 28 Maret 1979 adalah saat tahap krisis sudah memasuki keadaan yang akut.
Dalam banyak hal, krisis yang akut sering di sebut sebagai the point of no return. Artinya, sekali sinyal-sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal stage) tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun, berapa besar kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan krisis.
Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut — sekalipun Anda sangat siap — adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kompleksnya permasalahan.
Tahap akut adalah tahap antara, yang paling pendek waktunya bila dibandingkan dengan tahap-tahap lainnya. Bila ia lewat, maka umumnya akan segera memasuki tahap kronis.
Tahap akut adalah tahap antara, yang paling pendek waktunya bila dibandingkan dengan tahap-tahap lainnya. Bila ia lewat, maka umumnya akan segera memasuki tahap kronis.
3. Tahap Kronis
Badai mulai reda. Yang tersisa adalah reruntuhan bangunan dan sejumlah bangkai, korban dari sebuah krisis. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan.
Badai mulai reda. Yang tersisa adalah reruntuhan bangunan dan sejumlah bangkai, korban dari sebuah krisis. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan.
Tahap ini sering juga disebut sebagai the clean up phase atau the post mortem. Surat kabar telah memberitakan peristiwa secara jelas. Dalam kasus Dili, tahap ini dimulai ketika pemerintah mulai menugaskan Djaelani, S.H., memimpin Komisi Penyelidik Nasional untuk memberi laporan kepada Presiden. Tim ini berangkat ke Dili awal Desember, sebulan setelah tahap akut berjalan.
Sering pula tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan struktural. Mungkin penggantian manajemen, mungkin penggantian pemilik, mungkin masuk nama-nama baru sebagai pemilik atau mungkin pula bangkrut dan perusahaan dilikuidasi.
Seorang crisis manager harus bisa memperpendek tahap ini karena semua orang sudah merasa letih. Juga pers sudah mulai bosan memberitakan kasus ini. Namun yang paling penting adalah perusahaan harus memutuskan mau hidup terus atau tidak. Kalau ingin hidup terus tentu ia harus sehat dan mempunyai reputasi yang baik.
Tahap kronis adalah tahap yang terenyuh. Kadang-kadang dengan bantuan seorang crisis manager yang handal, perusahaan akan memasuki keadaan yang lebih baik, sehingga pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan (resolution) mulai berlangsung.
4. Tahap Resolusi (Penyembuhan)
Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Bila ia seorang pasien, kesehatannya sudah mulai pulih kembali; yang tertinggal adalah sedikit rasa letih, pegal linu karena harus banyak menahan sakit dan sisa-sisa sakit. Demikian juga perusahaan.
Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Bila ia seorang pasien, kesehatannya sudah mulai pulih kembali; yang tertinggal adalah sedikit rasa letih, pegal linu karena harus banyak menahan sakit dan sisa-sisa sakit. Demikian juga perusahaan.
Meski bencana benar dianggap sudah berlalu, crisis manager tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan membawa kembali keadaan semula (prodromal stage). Bila pasien yang sedang dalam proses penyembuhan (tahap resolusi) tidak dapat menahan diri, dan bila penyembuhannya tidak tuntas benar, ia akan kembali lagi ke tahap prodromal.
Mengelola Krisis
Sekarang sampailah kita pada pembahasan yang penting, yakni mengelola krisis. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah (Kasali, 1994: 231-233):
1. Identifikasi Krisis
Untuk dapat mengidentifikasi suatu krisis, praktisi PR perlu melakukan penelitian. Bila krisis terjadi dengan cepat penelitian harus dilakukan secara informal dan kilat. Hari itu tim diterjunkan dan mengumpulkan data, hari itu pula kesimpulan harus ditarik. Hal ini hanya dimungkinkan bila praktisi PR mempunyai kecakapan dan kepekaan untuk mengumpulkan data. Biasanya mantan wartawanlah yang piawai melakukan hal ini. Mereka biasa bekerja dengan kepekaan, deadline, dan kecermatan.
Untuk dapat mengidentifikasi suatu krisis, praktisi PR perlu melakukan penelitian. Bila krisis terjadi dengan cepat penelitian harus dilakukan secara informal dan kilat. Hari itu tim diterjunkan dan mengumpulkan data, hari itu pula kesimpulan harus ditarik. Hal ini hanya dimungkinkan bila praktisi PR mempunyai kecakapan dan kepekaan untuk mengumpulkan data. Biasanya mantan wartawanlah yang piawai melakukan hal ini. Mereka biasa bekerja dengan kepekaan, deadline, dan kecermatan.
Pekerjaan ini dilakukan persis seperti seorang dokter melakukan diagnosis, meneliti simpton dan set back untuk memperoleh gambaran yang utuh. Untuk mengidentifikasi krisis, perusahaan bisa menghubungi pihak-pihak lain di luar perusahaan seperti para ilmuwan di universitas, para akademisi, futurolog atau pengamat, dan konsultan.
2. Analisis Krisis
Praktisi PR bukanlah sekadar petugas penerangan yang melulu mengandalkan aksi. Sebelum melakukan komunikasi, ia harus melakukan analisis atas masukan yang diperoleh. Analisis ini adalah “pekerjaan belakang meja” dengan keahlian membaca permasalahan. Analisis yang dilakukan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari analisis parsial sampai analisis integral yang kait mengait.
Praktisi PR bukanlah sekadar petugas penerangan yang melulu mengandalkan aksi. Sebelum melakukan komunikasi, ia harus melakukan analisis atas masukan yang diperoleh. Analisis ini adalah “pekerjaan belakang meja” dengan keahlian membaca permasalahan. Analisis yang dilakukan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari analisis parsial sampai analisis integral yang kait mengait.
3. Isolasi Krisis
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit biasa — ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan seriu dilakukan.
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit biasa — ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan seriu dilakukan.
Pada waktu krisis Dili meletus pada 12 November 1991, pemerintah Indonesia segera melakukan langkah isolasi untuk mencegah tindakan-tindakan internasional seperti yang menimpa Cina sehubungan dengan “kasus Tien-Anmen”. Sebelum KPN (Komisi Penyelidik Nasional) melaporkan hasil-hasil penyelidikannya, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah, seperti menarik Batalyon 303 (empat bulan sebelum jadwal penarikan resminya) (“Mereka yang dibekah 10 hari”, Tempo, 7 Desember 1991, hal. 26) dan memberi infomasi kepada negara-negara lain. Tujuannya adalah agar masing-masing pihak menahan diri sampai diterimanya laporan KPN.
4. Pilihan Strategi
Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk mengendalikan krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil. Ada 3 strategi generik untuk menangani krisis, yakni:
Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk mengendalikan krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil. Ada 3 strategi generik untuk menangani krisis, yakni:
a. Defensive Strategy (Strategi Defensif).
Langkah-langkah yang diambil meliputi hal-hal seperti:
- Mengulur waktu
- Tidak melakukan apa-apa (not in action atau low profile), dan
- Membentengi diri dengan kuat (stone walling)
Langkah-langkah yang diambil meliputi hal-hal seperti:
- Mengulur waktu
- Tidak melakukan apa-apa (not in action atau low profile), dan
- Membentengi diri dengan kuat (stone walling)
b. Adaptive Strategy (Strategi Adaptif).
Langkah-langkah yang diambil mencakup hal-hal yang lebih luas, seperti:
- Mengubah kebijakan
- Modifikasi operasional
- Kompromi
- Meluruskan citra
Langkah-langkah yang diambil mencakup hal-hal yang lebih luas, seperti:
- Mengubah kebijakan
- Modifikasi operasional
- Kompromi
- Meluruskan citra
c. Dynamic Strategy (Strategi Dinamis).
Strategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya adalah:
- Merger dan akuisisi
- Investasi baru
- Menjual saham
- Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama
- Menggandeng kekuasaan
- Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian
Strategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya adalah:
- Merger dan akuisisi
- Investasi baru
- Menjual saham
- Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama
- Menggandeng kekuasaan
- Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian
5. Program Pengendalian
Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generik, program pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.
Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generik, program pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.
Implementasi pengendalian diterapkan pada:
- Perusahaan (beserta cabang)
- Industri (gabungan usaha sejenis)
- Komunitas
- Divisi-divisi perusahaan
- Perusahaan (beserta cabang)
- Industri (gabungan usaha sejenis)
- Komunitas
- Divisi-divisi perusahaan
Source :
Khasali, Rhenald, 1994, Manajemen Public Relations, Jakarta: Grafiti.
Wasesa, Silih Agung, 2005, Strategi Public Relations, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Khasali, Rhenald, 1994, Manajemen Public Relations, Jakarta: Grafiti.
Wasesa, Silih Agung, 2005, Strategi Public Relations, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
No comments:
Post a Comment