Wednesday, June 12, 2013

Pertemuan Keduabelas: Investor Relations


Investor relations: merupakan salah satu fungsi PR. Orang-orang yang melakukan investasi, punya modal, punya saham. Dan technically PR yang mewakili perusahaan untuk berhubungan dengan investor.

Tugas PR: memberi feedback tentang perkembangan pasar modal bagi manajemen juga memberi layanan informasi dan mengembangkan hubungan yang baik.

Corporate secretary: peran PR khusus dalam berhubungan dengan para pemegang saham. Peranan ini dibuat menjadi sat divisi tersendiri dalam PR. Bukan orang dari divisi keuangan yang ditunjuk untuk berhubungan dengan investor, tetapi PR yang menerima laporannya dan PR yang meneruskan kepada investor.

Investor boleh berpartisipasi dalam memberikan suara di RUPS. Siapa saja yang bisa membeli saham? Corporate, yayasan, lembaga keuangan, dll. Boleh lembaga besar/kecil atau perseorangan.

RUPS biasanya diadakan setahun sekali, namun jika ada keperluan mendadak maka diadakan RUPS-LB (RUPS Luar Biasa). RUPS pada perusahaan yang Go Public (Tbk.) biasanya akan lebih rumit daripada perusahaan yang belum Go Public, karena akan melibatkan lebih banyak pihak. RUPS meliputi materi pertemuan pemegang saham, audit, mengundang independen auditor, dan pembuatan annual report.

Annual report disesuaikan dengan latar belakang dan karakteristik si penerimanya agar dapat dipahami dengan mudah. Juga harus relevan, agar dapat digunakan untuk pertimbangan pengambilan keputusan agar saham yang dijual naik di pasar modal. Informasi mengenai apa-apa saja yang akan dimuat dalam annual report harus disiapkan dan diauit terlebih dahulu. Biasanya annual report berbentuk cetak, ada juga beberapa yang dimuat dalam website dan ada juga yang disebarkan melalui media massa. Pembuatan dan penyebaran annual report ini gratis, dibebankan pada pihak perusahaan yang bersangkutan.

Dengan menjadi perusahaan Go Public, maka perusahaan akan lebih mudah berkembang karena banyaknya pihak yang menanamkan modal sehingga untuk produktivitas tidak perlu mengkhawatirkan masalah budgeting. Menambah kemungkinan juga bagi perusahaan ini untuk membuka cabang dimana-mana. Gelar Tbk juga membuat image perusahaan naik, dan menjadi karyawan perusahaan besar dapat meningkatkan motivasi kerja bagi karyawannya.

Prospectus: informasi penawaran pasar. Prospek: calon. Berisi mengenai apa saja informasi yang dibutuhkan untuk pembelian saham. Bentuknya tertulis, dipublikasikan di media massa. Oleh karena itu pada saat public expose – penjelasan mengenai prospectus, kegiatan pengenalan kepada publik mengenai rencana penjualan saham, biasanya diadakan di suatu tempat – yang diundang untuk datang adalah media.

Pertemuan Kesebelas: Couching and Councelling


COACHING
COUNSELING
Tujuan
Membantu karyawan mengatasi masalah kinerja karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan
Membantu karyawan agar mampu mengatasi masalah pribadi yang mengganggu kinerja
Proses
Atasan mendengarkan dan menentukan apakah yang dikerjakan karyawan sudah benar atau masih salah ; memberikan umpan balik dan memperlihatkan bagaimana sebaiknya hal tersebut dilakukan/dicapai
Karyawan mengevaluasi situasi dan perilakunya. Atasan mendengarkan dan mendorong agar perasaan terungkap jelas. Atasan membimbing karyawan sampai pada alternatif solusi
Diberikan Ketika
  • Terjadi perubahan arah bisnis sehingga tuntutan terhadap kinerja karyawan berubah
  • Karyawan baru pertama kali bekerja (fresh graduate)
  • Karyawan ditempatkan pada posisi baru (mutasi/promosi)
  • Karyawan tidak memahami standar kinerja yang dituntut
  • Karyawan membutuhkan penguatan atas prestasinya
  • Karyawan akan mendapat tugas yang lebih menantang
  • Karyawan sulit menentukan prioritas dalam bekerja
  • Karyawan diproyeksikan menjadi ”star” di unit kerjanya
  • Karyawan akan menjalani sesiperformance review
  • Terjadi reorganisasi, karyawan di-PHK
  • Terjadi perubahan imbalan menjadi lebih kecil dari sebelumnya
  • Karyawan mengalami demosi jabatan
  • Karyawan tidak puas dengan atasan
  • Karyawan terlibat konflik dengan rekan kerja
  • Karyawan stress dengan beban kerjanya
  • Karyawan tidak mau mengerjakan tugas baru
  • Karyawan mengalami depresi karena kegagalan di pekerjaan
  • Karyawan takut dipromosikan
Manfaat
  • Karyawan lebih produktif, kualitas hasil kerja meningkat, proses kerja berlangsung lebih efisien karena kesalahan kerja relatif berkurang
  • Motivasi dan inisiatif kerja karyawan lebih meningkat karena adanya penguatan dan umpan balik yang positif
  • Karyawan lebih bebas mengembangkan kreativitas dan inovasi karena risiko sudah diperhitungkan matang
  • Bagi atasan : pekerjaan jadi lebih ringan karena delegasi berjalan baik, dan dimungkinkan terjadi kaderisasi
  • Karyawan lebih percaya diri dan berinisiatif dalam bekerja
  • Tingkat absensi dan turnoverberkurang karena karyawan lebih puas dengan pekerjaan dan situasi kerja
  • Konflik antarpribadi berkurang
  • Masalah interpersonal dapat teratasi sebelum membesar


Pertemuan Kesepuluh: Internal Crisis Management

Krisis memang sering menimbulkan kecemasan, rasa tidak pasti, dan bisa berbuntut pada kebrutalan. Beberapa pihak bahkan mencoba tampil sebagai pahlawan. Bila ia menang, ia akan menjadi pahlawan. Bila tidak, ia malah akan terperosok ke dalam persoalan.
Steven Fink, konsultan krisis terkemuka dari Amerika mengembangkan konsep anatomi krisis. Fink mengidentikkan krisis PR dengan penyakit yang menyerang manusia. Oleh karenanya Fink membagi tahapan yang dilalui suatu krisis dengan meng­gunakan terminologi kedokteran yang biasa dipakai untuk melihat stadium suatu kri­sis yang menyerang manusia. Tahap-tahap itu menurut Fink adalah sebagai berikut (Kasali, 1994:225-230):
1. Tahap Prodromal
2. Tahap Akut
3. Tahap Kronik
4. Tahap Resolusi (penyembuhan)
Masing-masing tahap itu saling berhubungan dan membentuk siklus. Lamanya masing-masing tahap itu sangat tergantung pada sejumlah variabel, sama seperti ketika seorang dokter menangani pasiennya. Misalnya, jenis virus (jenis bahaya), usia pasien (usia perusahaan), kondisi kesehatan pasien (kondisi perusahaan), po­tensi untuk menerima pengobatan, dan keterampilan doktemya (keterampilan para manajer). Kadang-kadang keempat fase itu berlangsung begitu singkat seperti seorang yang terjangkit flu ringan sembuh setelah cukup beristirahat selama 24 jam. Namun ada kalanya orang membutuhkan waktu satu bulan untuk menyembuh­kan sakit pileknya. Orang yang lain mungkin langsung meninggal dunia ketika flu berat menyerangnya saat kondisi fisiknya sangat lemah. Semua gambaran ini analog dengan krisis yang menimpa perusahaan.
Sebagai aktor yang berperan penting dalam upaya mengatasi krisis yang tim­bul dalam suatu perusahaan atau organisasi, seorang praktisi PR berupaya mem­percepat masa turning point dari tahap prodromal ke tahap resolusi.
Untuk mengubah siklus, dibutuhkan diagnosis yang mendalam dan tindakan yang cermat. Karena kurangnya pengalaman berhadapan langsung dengan publiknya dan terlalu sering mendapat perlindungan dari pemerintah, dewasa ini sering kita saksikan perusahaan besar nasional mengalami kesulitan ketika harus berhadapan langsung dengan krisis.
Para eksekutif tampaknya sangat kurang berpengalaman dalam menangani krisis sehingga sedikit sekali di antaranya yang dapat mengubah siklus. Biasanya, semakin sering krisis sejenis menyerang peru­sahaan, semakin mampu perusahaan menghadapinya. Perusahaan akan lebih mam­pu menghadapi krisis karena krisis melahirkan sistem penangkalan (daya tahan).
1. Tahap Prodromal
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa bergerak dengan lincah. Padahal, pada tahap ini—bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak), krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-­simtom yang harus segera diatasi.
Mengacu pada definisi krisis, tahap ini juga merupakan bagian dari turning point. Bila manajer gagal mengartikan atau menangkap sinyal ini, krisis akan ber­geser ke tahap yang lebih serius: tahap akut.
Sering pula eksekutif menyebut tahap prodromal sebagai tahap sebelum krisis (precrisis). Tetapi sebutan ini hanya dapat dipakai untuk melihat krisis secara keseluruhan dan disebut demikian setelah krisis memasuki tahap akut sebagai retrospeksi.
Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari 3 bentuk ini:
A. Jelas sekali
Gejala-gejala awal kelihatan jelas sekali. Misalnya, ketika muncul selebaran gelap di masyarakat, ketika terjadi kebocoran pipa gas di pabrik, ketika karyawan datang pada manajemen meminta kenaikan upah, ketika para manajer berbeda pendapat secara tegas, dan lain sebagainya
B. Samar-samar
Gejala yang muncul tampak samar-samar karena sulit meng­interpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Misalnya, peraturan pemerintah (deregulasi), munculnya pesaing baru, tindakan (ucapan) pe­mimpin opini, dan sebagainya. Deregulasi perbankan beberapa tahun bela­kangan ini, misalnya, dengan cepat merangsang respon-respon baru dari publik. Muncul bank-bank baru, cabang-cabang bank baru, meningkatnya intensitas persaingan, perputaran uang yang semakin cepat, konsumsi me­ningkat, inflasi meningkat, lalu terjadi perebutan pembelian lahan di kota­-kota besar, lalu muncul kebijakan uang ketat, bunga semakin mahal, uang sulit lagi, dan bank-bank menghadapi krisis. Semuanya terjadi secara sa­mar-samar. Ini artinya perusahaan atau organisasi memerlukan bantuan para analis untuk menganalisis hal-hal yang samar-samar itu sebelum tergulung oleh ombak krisis.
C. Sama sekali tidak kelihatan
Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini karena kelihatannya segalanya oke-oke saja. Laba perusahaan meningkat dengan baik. Peru­sahaan beranggapan “sulit untuk memuaskan semua pihak”. Maka, kalau ada kerugian pada salah satu produk atau keburukan pada salah satu lini, itu adalah sangat wajar. Yang perusahaan tidak pikirkan adalah, seberapa jauh kerugian itu dapat menjadi kanibal, seperti Bank Summa yang menelan hampir seluruh saham milik keluarga Suryadjaya pada PT Astra Interna­sional.
Untuk itu perusahaan perlu melakukan general check-up secara rutin, misalnya 3 atau 6 bulan sekali, dengan memanggil konsultan. Metode yang biasanya dipakai adalah Management Audit yang menyangkut segala aspek di dalam perusahaan.
Para ahli krisis umumnya sependapat bahwa sekalipun krisis pada tahap ini sangat ringan, pemecahan dini secara tuntas sangat penting. Alasannya adalah karena masih mudah untuk ditangani sebelum ia memasuki tahap akut, sebelum ia meledak, dan sebelum menimbulkan komplikasi.
Inilah tahap ketika orang mengatakan: “telah terjadi krisis”. Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.
Sebagai contoh, Pers menyebut krisis Dili muncul sejak tanggal 12 November 1991 (Lihat laporan utama majalah Tempo, 7 Desember 1991), ketika demonstrasi yang dilakukan anak-anak muda Timor Timur di pemakaman Santa Cruz menimbulkan korban jiwa. Segera setelah itu muncul reaksi-reaksi internasional yang mengecam kejadian itu, bahkan beberapa negara sahabat, yang memberi pin­jaman, mengancam akan melakukan penghentian bantuan. Setelah itu Indonesia memutuskan kerja samanya dengan IGGI yang telah banyak membantu pemba­ngunan Indonesia dalam bentuk pinjaman sejak Februari 1967. Di Indonesia juga muncul reaksi yang dapat menimbulkan gangguan. Tapi pemerintah Indonesia ce­pat tanggap. Berdasarkan laporan Komisi Penyelidik Nasional, Presiden membe­baskan sejumlah perwira yang dianggap bertanggung jawab. Padahal mereka dike­nal sebagai “Jenderal berhati emas” yang harus menerima kenyataan pahit karena ulah orang lain.
Benarkah krisis itu mulai muncul pada 12 November 1991? Menurut beberapa pengamat, gejala prodromal dari krisis ini sudah mulai kelihatan beberapa bulan sebelumnya, bahkan setahun sebelumnya, ketika pemerintah mengatakan bahwa Timor Timur adalah propinsi terbuka. Ini artinya orang-orang asing akan bebas ke­luar masuk Dili. Beberapa hari sebelum kejadian bahkan sudah diperoleh informasi yang mengatakan bahwa anak-anak muda akan melakukan demonstrasi. Krisis yang meletus pada 12 November 1991 itu adalah krisis yang sudah mulai meletus, dan sudah memasuki tahap akut.
Sama halnya dengan krisis yang ditimbulkan oleh pusat reaktor nuklir Three Mile Island di Pennsylvania, Amerika. Pers menyebut krisis mulai muncul tanggal 28 Maret 1979 ketika reaktor tersebut mengalami kebocoran yang menimbulkan efek radiasi. Tetapi ditinjau dari analisis krisis, hal itu sama sekali tidak tepat. Krisis sudah muncul 13 bulan sebelumnya ketika para karyawan menemukan kebocoran kecil yang dapat diatasi sejenak. Tanggal 28 Maret 1979 adalah saat tahap krisis sudah memasuki keadaan yang akut.
Dalam banyak hal, krisis yang akut sering di sebut sebagai the point of no return. Artinya, sekali sinyal-sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal stage) tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun, berapa besar kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan krisis.
Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut — sekalipun Anda sangat siap — adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kom­pleksnya permasalahan.
Tahap akut adalah tahap antara, yang paling pendek waktunya bila dibanding­kan dengan tahap-tahap lainnya. Bila ia lewat, maka umumnya akan segera mema­suki tahap kronis.
3. Tahap Kronis
Badai mulai reda. Yang tersisa adalah reruntuhan bangunan dan sejumlah bangkai, korban dari sebuah krisis. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan.
Tahap ini sering juga disebut sebagai the clean up phase atau the post mortem. Surat kabar telah memberitakan peristiwa secara jelas. Dalam kasus Dili, tahap ini dimulai ketika pemerintah mulai menugaskan Djaelani, S.H., memimpin Komisi Penyelidik Nasional untuk memberi laporan kepada Presiden. Tim ini berangkat ke Dili awal Desember, sebulan setelah tahap akut berjalan.
Sering pula tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self analysis. Di da­lam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan struktural. Mungkin penggan­tian manajemen, mungkin penggantian pemilik, mungkin masuk nama-nama baru sebagai pemilik atau mungkin pula bangkrut dan perusahaan dilikuidasi.
Seorang crisis manager harus bisa memperpendek tahap ini karena semua orang sudah merasa letih. Juga pers sudah mulai bosan memberitakan kasus ini. Namun yang paling penting adalah perusahaan harus memutuskan mau hidup terus atau tidak. Kalau ingin hidup terus tentu ia harus sehat dan mempunyai reputasi yang baik.
Tahap kronis adalah tahap yang terenyuh. Kadang-kadang dengan bantuan seorang crisis manager yang handal, perusahaan akan memasuki keadaan yang lebih baik, sehingga pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan (resolution) mulai berlangsung.
4. Tahap Resolusi (Penyembuhan)
Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Bila ia seorang pasien, kesehatannya sudah mulai pulih kembali; yang tertinggal adalah sedikit rasa letih, pegal linu karena harus banyak menahan sakit dan sisa-sisa sakit. Demikian juga perusahaan.
Meski bencana benar dianggap sudah berlalu, crisis manager tetap perlu ber­hati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan membawa kembali keadaan semula (prodromal stage). Bila pasien yang sedang dalam proses penyembuhan (tahap resolusi) tidak dapat menahan diri, dan bila penyembuhannya tidak tuntas benar, ia akan kembali lagi ke tahap prodromal.
Mengelola Krisis
Sekarang sampailah kita pada pembahasan yang penting, yakni mengelola krisis. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah (Kasali, 1994: 231-233):
1. Identifikasi Krisis
Untuk dapat mengidentifikasi suatu krisis, praktisi PR perlu melakukan pene­litian. Bila krisis terjadi dengan cepat penelitian harus dilakukan secara informal dan kilat. Hari itu tim diterjunkan dan mengumpulkan data, hari itu pula ke­simpulan harus ditarik. Hal ini hanya dimungkinkan bila praktisi PR mempunyai kecakapan dan kepekaan untuk mengumpulkan data. Biasanya mantan wartawanlah yang piawai melakukan hal ini. Mereka biasa bekerja dengan kepekaan, deadline, dan kecermatan.
Pekerjaan ini dilakukan persis seperti seorang dokter melakukan diagnosis, meneliti simpton dan set back untuk memperoleh gambaran yang utuh. Untuk mengidentifikasi krisis, perusahaan bisa menghubungi pihak-pihak lain di luar perusahaan seperti para ilmuwan di universitas, para akademisi, futurolog atau pengamat, dan konsultan.
2. Analisis Krisis
Praktisi PR bukanlah sekadar petugas penerangan yang melulu mengandalkan aksi. Sebelum melakukan komunikasi, ia harus melakukan analisis atas masukan yang diperoleh. Analisis ini adalah “pekerjaan belakang meja” dengan keahlian membaca permasalahan. Analisis yang dilakukan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari analisis parsial sampai analisis integral yang kait mengait.
3. Isolasi Krisis
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit biasa — ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan seriu dilakukan.
Pada waktu krisis Dili meletus pada 12 November 1991, pemerintah Indonesia segera melakukan langkah isolasi untuk mencegah tindakan-tindakan internasional seperti yang menimpa Cina sehubungan dengan “kasus Tien-Anmen”. Sebelum KPN (Komisi Penyelidik Nasional) melaporkan hasil-hasil penyelidikannya, peme­rintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah, seperti menarik Batalyon 303 (empat bulan sebelum jadwal penarikan resminya) (“Mereka yang dibekah 10 hari”, Tempo, 7 Desember 1991, hal. 26) dan memberi infomasi kepada negara-negara lain. Tujuannya adalah agar masing-masing pihak menahan diri sampai diterimanya laporan KPN.
4. Pilihan Strategi
Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk mengendalikan krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil. Ada 3 strategi generik untuk menangani krisis, yakni:
a. Defensive Strategy (Strategi Defensif).
Langkah-langkah yang diambil meliputi hal-hal seperti:
- Mengulur waktu
- Tidak melakukan apa-apa (not in action atau low profile), dan
- Membentengi diri dengan kuat (stone walling)
b. Adaptive Strategy (Strategi Adaptif).
Langkah-langkah yang diambil menca­kup hal-hal yang lebih luas, seperti:
- Mengubah kebijakan
- Modifikasi operasional
- Kompromi
- Meluruskan citra
c. Dynamic Strategy (Strategi Dinamis).
Strategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya ada­lah:
- Merger dan akuisisi
- Investasi baru
- Menjual saham
- Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama
- Menggandeng kekuasaan
- Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian
5. Program Pengendalian
Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generik, program pengen­dalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.
Implementasi pengendalian diterapkan pada:
- Perusahaan (beserta cabang)
- Industri (gabungan usaha sejenis)
- Komunitas
- Divisi-divisi perusahaan
Source :
Khasali, Rhenald, 1994, Manajemen Public Relations, Jakarta: Grafiti.
Wasesa, Silih Agung, 2005, Strategi Public Relations, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Pertemuan ke-9: Corporate Social Responsibility Internal



CSR Internal tak kalah penting dengan CSR eksternal karena image internal juga sangat penting untuk perusahaan.

Image internal harus diutamakan karena bila image internal baik maka eksternal-nya juga akan baik.

Keluarga merupakan sosok penting karena akan menunjang kinerja dan semangat para karyawan.

Karena pemangku kepentingan perusahaan terbagi menjadi internal dan eksternal, jadi CSR perlu diadakan untuk keduanya. Yang mengurus CSR untuk eksternal sering kali juga merupakan pihak internal perusahaan, jadi seharusnya seimbang antara pihak dalam dan luar.

Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility, CSR) tidak hanya membawa konsekuensi logis terhadap baik tidaknya citra perusahaan di masyarakat. Pelaksanaan CSR juga berperan dalam peningkatan kinerja dan sumber daya perusahaan yang semakin baik dari sebelumnya. Kesejahteraan kehidupan karyawan penting untuk menjaga kualitas kinerja dan sumber daya perusahaan.

Adanya internal CSR ini dapat memiliki fungsi seperti internal event, yaitu meningkatkan sense of belonging karyawan terhadap perusahaan sekaligus dapat menaikkan kredibilitas dan citra perusahaan karena word of mouth yang positif dari pihak keluarga karyawan ini.

Internal CSR bisa berupa:

· Pengadaan asuransi kesehatan untuk keluarga
· Beasiswa bagi anak karyawan yang bersangkutan
· Keringanan untuk mencicil kredit kepemilikan rumah
· Pengadaan koperasi bagi karyawan dan keluarganya
. Program religius 

Sunday, June 9, 2013

Pertemuan Kedelapan: Industrial Relations

Industrial Relations adalah bentuk hubungan yang terjadi dalam pekerjaan antara kelompok karyawan dengan perusahaan

Ciri-ciri Hubungan Industri Pancasila (HIP)

•Bekerja adalah pengabdian kepada Tuhan, sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
•Pekerja dianggap sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya
•Mengutamakan kepentingan bersama, yaitu keselarasan usaha.
•Musyawarah mufakat untuk menyelesaikan perbedaan pendapat (kepentingan).
•Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Dalam industrial relation kita pasti mengenal dengan istilah buruh. Istilah buruh berbeda dengan karyawan.

Buruh memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Pendidikan rendah
- Wawasan tidak luas
- Sosial ekonomi rendah
- Orientasi uang
- Solidaritas tinggi

Sarana untuk mendapatkan SDM:

•Lembaga kerjasama Bipartit: wakil manajemen dan wakil karyawan
•Lembaga kerjasama Tripartit: serikat pekerja, asosiasi pengusaha, disnaker
•Perjanjian Kerja Bersama (KKB)
•Perundang-undangan ketenagakerjaan
•Lembaga Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D), P4P à Setelah Januari 2005 : Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) (UU No.2 Tahun 2004)
•Pendidikan dan penyuluhan HIP
•Organisasi ketenagakerjaan
•Kelembagaan lainnya

Berbagai UU mengatur tentang Industrial Relations, selain untuk mengawasi jalannya kerjasama kedua belah pihak juga melindungi buruh dari berbagai issue seperti perbudakan hingga penganiayaan.

Analisa KPH dan IGROW kasus “Bukan Upah, di Maspion”

KPH

Kejadian: Kejadian mogok kerja sampai kebakaran di pabrik Maspion ini bermula atas tuntutan tambahan jam istirahat. Jam istirahat yang diberikan yakni setengah jam dirasa belum mencukupi untuk waktu makan dan shalat terlebih pada hari Jumat. Keterlambatan itu dijadikan alasan untuk memecat beberapa buruh pabrik.

Perilaku: Buruh yang marah dan tidak terima dengan perilaku yang dilakukan oleh pengawas melakukan mogok kerja dan melakukan tindakan anarkis

Alternatif Perilaku: Seharusnya pada saat pertama kali timbul ‘kasak-kusuk’ antar buruh, seorang PR Officer harus sudah mengetahui masalah yang terjadi, sehingga tidak terjadi kejadian yang cukup pelik sampai pemogokan kerja dan baku hantam. Untuk sisi buruh, sebaiknya dibicarakan dengan baik secara musyawarah untuk menemukan titik temu atas permasalahan waktu yang sebenarnya merupakan masalah yang dapat segera diselesaikan.

Hasil: Sampai pada akhirnya terjadi baku hantam antara petugas keamanan dan buruh, pada malam harinya terjadi kebakaran atas pabrik Maspion. Para buruh malah menyoraki petugas pemadam kebakaran yang membantu pemadaman api di pabrik. Perusahaan segera mempekerjakan beberapa pabrik yang sempat di pecat dan memeberikan tamabahan waktu istirahat

Alternatif Hasil: Para buruh yang melalukan tindak kekerasan dan oknum pembakaran gedung harus diproses secara hokum untuk memberikan efek jera pada yang lain, pengkajian atas waktu istirahat segera dilakukan untuk memutuskan peraturan selanjutnya atas perusahaan. Di dalam internal crisis management harus dilakukan strategi dynamis, untuk mengubah seluruh peraturan yang ada untuk memperbaiki permasalahan yang sudah sangat parah ini.



IGROW (Good Interaction Process)

Issue: tuntutan tambahan jam istirahat. Jam istirahat yang diberikan yakni setengah jam dirasa belum mencukupi untuk waktu makan dan shalat terlebih pada hari Jumat. Keterlambatan itu dijadikan alasan untuk memecat beberapa buruh pabrik.

Goal: Tujuan utama para buruh melakukan mogok kerja adalah agar pabrik menyadari kesalahannya atas ketidakadilan pemberian waktu istirahat yang sangat terbatas

Root Causes: Para buruh melakukan mogok kerja hingga baku hantam terhadap petugas untuk pemenuhan permintaan atas perpanjangan waktu istirahat yang tidak diberikan oleh pabrik. Pabrik justru langsung asal pecat buruhyang melawan. Kerugian besar pabrik semakin besar karena kebakaran yang melahap lebih dari 2 milyar alat dan bahan produksi.

Option: Seharusnya pada saat pertama kali timbul ‘kasak-kusuk’ antar buruh, seorang PR Officer harus sudah mengetahui masalah yang terjadi, sehingga tidak terjadi kejadian yang cukup pelik sampai pemogokan kerja dan baku hantam. Untuk sisi buruh, sebaiknya dibicarakan dengan baik secara musyawarah untuk menemukan titik temu atas permasalahan waktu yang sebenarnya merupakan masalah yang dapat segera diselesaikan.

What’s Next: Para buruh yang melalukan tindak kekerasan dan oknum pembakaran gedung harus diproses secara hokum untuk memberikan efek jera pada yang lain, pengkajian atas waktu istirahat segera dilakukan untuk memutuskan peraturan selanjutnya atas perusahaan. Di dalam internal crisis management harus dilakukan strategi dynamis, untuk mengubah seluruh peraturan yang ada guna memperbaiki permasalahan yang sudah sangat parah ini.